Rabu, 25 Maret 2009

pendidikan non formal

Artikel 1.
Pendidikan nonformal

Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.

Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar.

Pendidikan lanjutan meliputi program paket C(setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi.

Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC)yang menjadi bagian komponen dari Community Center.

Artikel 2.
"Home Schooling" Alternatif Pendidikan Non-formal

Jakarta (ANTARA News) - 'Home Schooling' menjadi alternatif pilihan pendidikan nonformal bagi anak-anak yang enggan belajar secara formal di kelas.

"Pendidikan ini dapat dilakukan di mana saja dan membuat anak merasa bebas tanpa ada paksaan," kata Pendiri Home Schooling Kak Seto atau nama lengkapnya Seto Mulyadi, di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan keputusan untuk mengikuti home schooling ini haruslah sepenuhnya dari keinginan anak, tanpa paksaan dari orang tua.

Menurut dia, kesuksesan untuk dapat menjadi guru yang baik bagi anak-anak adalah dengan cara bersabar, mengajarkan tanpa paksaan, dan dengan bahasa yang lembut.

"Tidak perlu dengan paksaan dan suara tinggi. Lakukan dengan senyum, maka mereka akan senang," katanya.

Dia mengatakan ada beberapa klarifikasi format home schooling yang diperkenalkan, yakni home schooling tunggal yang hanya dididik oleh orang tua, home schooling majemuk yang dilaksanakan dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu, sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing.

Dan terakhir, dia menyebutkan komunitas home schooling yang merupakan gabungan beberapa home schooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan mengajar, kegiatan pokok seperti olahraga, musik dan seni, serta sarana dan jadwal pembelajaran.

Salah seorang murid Kak Seto yang juga memiliki home schooling untuk balita, Shelomita, mengatakan terkadang orang tua tidak yakin dapat menjadi guru yang baik bagi putra-putrinya sendiri.

Menurut Shelomita, pada awalnya dia juga merasa khawatir apakah mampu untuk menjadi guru bagi anak-anaknya. Namun, akhirnya dengan kepercayaan diri sanggup menjadi guru sekaligus orang tua bagi anak-anaknya.

Alasan dia membuka home schooling untuk balita, yakni ingin memberi kebebasan pada anak-anak, tapi tetap dapat belajar.

Artikel 3.
LOMBA JURNALISTIK PAUD TINGKAT NASIONAL TAHUN 2009

Tema Lomba Jurnalistik PAUD 2009

“ PAUD Sebagai Investasi Strategis Pembangunan Manusia Seutuhnya dan Pembangunan Nasional pada masa mendatang “"

LOMBA JURNALISTIK PAUD
TINGKAT NASIONAL TAHUN 2009
Tema Lomba Jurnalistik PAUD 2009
“ PAUD Sebagai Investasi Strategis Pembangunan Manusia Seutuhnya dan Pembangunan Nasional pada masa mendatang “
Persyaratan Lomba Jurnalistik
1. Masyarakat Umum/Wartawan
2. Karya Tulis mengenai PAUD telah diterbitkan di surat kabar/harian/mingguan/Tabloid, dan Majalah sejak 2 Januari 2009 sampai dengan 2 Juli 2009.
3. Karya Tulis dapat berupa artikel, feature atau berita minimal 3000 karakter
4. Kriteria penilaian mencakup: bobot tulisan, aspek investigasi, argumentasi, orisinilitas data dan fakta, teknik penulisan, struktur penulisan dan bahasa, serta bloking masalah. Solusi: pemecahan masalah yang ditawarkan bukan sekedar fakta dan data. Inovasi: adanya penemuan baru/ide baru.
5. Karya Tulis (bukti penerbitan, kliping, dan naskah asli serta identitas diri dan kontrak person) dikirim ke:
PANITIA LOMBA JURNALISTIK PAUD TINGKAT NASIONAL TAHUN 2009
Up Subdit Kemitraan d/a Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Ditjen PNFI, Depdiknas.
Gedung E Lantai VII. Jalan: Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270.
Hadiah Pemenang
1. Juara I Rp.12.500.000,-
2. Juara II Rp.10.000.000,-
3. Juara III Rp.7.500.000,-
4. Juara Harapan I Rp.6.500.000,-
5. Juara Harapan II Rp.5.000.000,-
6. Juara Harapan III Rp.4.000.000,-
(Pajak ditanggung Pemenang Lomba)
Pengumuman Pemenang Lomba
Pengumuman pemenang akan diinformasikan melalui surat kepada yang bersangkutan selambat-lambatnya pada akhir bulan September 2009.
Ketentuan Tambahan
1. Segala hasil keputusan panitia mutlak tidak dapat diganggu gugat.
2. Naskah yang masuk menjadi hak Panitia


Artikel 4.
P A U D Masih Dipandang Sebelah Mata

" Para pemangku kepentingan pendidikan belum sepenuhnya memperhatikan pendidikan anak usia 0-6 tahun. Banyak yang memandangnya sebelah mata...""

Perhatian yang demikian kecil pada PAUD bukan hanya menghinggapi masyarakat kebanyakan. Kalangan birokrat pendidikan, terutama di daerah, masih belum melihat pentingnya PAUD.

Buktinya, kebijakan yang dibuat aparatur birokrasi pendidikan belum menyentuh PAUD. Para orang tua di pedesaan pun kurang memiliki kesadaran untuk memasukkan anaknya pada pendidikan anak usia dini.

Kondisi demikian lantas diperparah oleh faktor kemampuan ekonimi masyarakat pedesaan yang rendah. Maka, masyarakat desa pun seperti kata pepatah, “sudah jatuh tertimpa tangga”.

Lantas apa yang harus dilakukan untuk untuk mengatasi masalah ini. Dirjen PLS Ece Suryadi mengatakan sosialisasi PAUD bagi masyarakat desa harus diutamakan.

Seperti diketahui, periode 0-6 tahun adalah usia emas seorang anak manusia. Dus, jika di usia ini anak ditangani dengan baik maka kita akan mendulang sumber daya manusia yang handal kelak di kemudian hari.

Sebaliknya jika kita salah menanganinya, hasilnya justru sebaliknya. Artinya bukan SDM bermutu yang dihasilkan melainkan SDM keropos.

Menangani anak usia dini ini haruslah komprehensif. Maksudnya, pendekatan yang harus diambil adalah dengan perawatan dan pendidikan. Di dalamnya ada tiga hal yang harus diintegrasikan yakni pendidikan, gizi dan kesehatan.

Di negara-negara maju, PAUD sudah ditangani dalam sistem yang mapan. Dengan begitu, pendidikan anak usia dini dikelola secara profesional. Tak mengherankan kalau SDM negara maju cukup bermutu karena sejak dini SDM-nya dipersiapkan dengan dengan baik.

Dalam masyarakat kota, kesadaran akan pentingnya PAUD sudah lebih baik. Para orang tua bahkan mempersyaratkan anaknya masuk Taman Kanak-kanak (TK). Hanya masalahnya, TK sebagai salah satu bentuk pelayanan PAUD (prasekolah) disalahkaprahi. Praktik pengelolaan TK di perkotaan ini terjebak sebagai lembaga formal. TK pun lebih bernuansa schooling (persekolahan). Padahal seharusnya TK dikelola dengan pendekatan preschooling (prasekolah).

Pendidikan TK berkesan seperti kelas awal SD. Soalnya karakteristik materi dan strategi pembelajarannya kaku dan mengarah kepada pengembangan intelektual. Sebagai contoh, dalam kegiatan belajar di TK, guru menerangkan daun hanya di depan kelas (sangat verbalistis dan parsial). Padahal dalam pembelajaran tersebut, anak-anak bisa diajak keluar ruangan kelas untuk mengamati dan bercerita ihwal daun.

Mestinya, pengelolaan pendidikan anak usia dini lebih tepat didekati dengan pendekatan nonformal dengan mengedepankan sentuhan emosi anak. Untuk iitu, pengembangan anak usia dini memerlukan pembenahan internal dari sisi kebijakan, pelurusan konsep dan strategi dalam pengelolaan, serta proses sosialiasi dan diseminasi PAUD kepada masyarakat terutama di pedesaan

Artikel 5.
PAUD Sudah Menjadi Komitmen Internasional
07/03/2007 - 12:04:19 | Read 503 Time(s)

"" Pendidikan Anak Usia Dini sudah menjadi komitmen internasional. Jadi harus ... ""

Pendidikan Anak Usia Dini sudah menjadi komitmen internasional. Jadi harus dilakukan di setiap negara termasuk Indonesia. Ini antara lain berdasarkan Komitmen Jomtien Thailand tahun 1990 yang menyepakati perlunya memperjuangkan anak. Lantas deklasari Dakkar, Senegal tahun 2000 tentang pendidikan untuk semua.Berikut wawancara dengan Direktur PAUD. Bagaimana sesungguhnya komitmen Indonesia terhadap pendidikan anak usia dini ini?PAUD menjadi komitmen nasional, antara lain tertuang dalam amandemen UU 1945 pasal B ayat (2) bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Bagaimana dengan sasaran PAUD Nonformal, apa target yang hendak dicapai?

Sasaran PAUD nonformal anak 0-6 tahun dengan prioritas usia 2-4 tahun. Usia ini rawan dan kurang beruntung sehingga dijadikan sasaran utama. Sasaran lain orang tua/keluarga, calon orangtua, pendidik/pengelola PAUD, semua lembaga layanan anak usia dini dan para tokoh masyarakat dan stakeholders PAUD yang menjadi sasaran antara. Layanan PAUD nonformal ini bisa di Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain, serta Satuan PAUD Sejenis (SPS), yang merupakan satuan layanan PAUD nonformal, selain TPA dan Kelompok bermain. Target 2007 anak yang mendapat layanan PAUD 0-6 tahun 28,4 juta, usia 2-4 tahun 12,1 juta (APK PAUD 48,07 % dan Disparitas APK PAUD 4,22). Target 2008, usia 0-6 tahun 28,5 juta, dan usia 2-4 tahun 12,2 juta (APK PAUD 50,47% dan Disparitas APK PAUD 3,62), dan tahun 2009 targetnya PAUD usia 0-6 tahun sebanyak 28,6 juta, usia 2-4 tahun 12,4 juta (APK PAUD 53,90% dan Disparitas APK PAUD 3,02). Dengan dimikian, pada akhir tahun 2009 nanti diharapkan sekitar 53 persen anak usia dini yang diprioritaskan usia 2-4 tahun dapat terlayani PAUD nonformal. .

Mengejar target itu bukanlah pekerjaan gampang. Apa saja tantangannya?

Meskipun upaya peningkatan akses layanan PAUD mengalami peningkatan terutama jika dibanding serbelumnya, namun belum dapat mencapai hasil optimal karena tidak semua anak usia dini memperoleh kesempatan layana PAUD, khusus anak usia bawah 4 tahun. Padahal usia ini rawan serta kurang beruntung, belum semua orang tua, keluarga, dan masyarakat menyadari pentingnya pemberian layanan pendidikan anak usia dini, masih terbatasnya jumlah layanan PAUD, terutama lembaga PAUD nonformal, masih terbatasnya kuantitas dan kualitas pendidikan PAUD yang memiliki setifikasi dan kompetensi, PAUD belum menjadi pendidikan wajib.

Langkah apa saja yang ditempuh Direktorat PAUD?

Kita perlu memberdayakan masyarakat melalui peningkatan kesadaran, dukungan, dan partisipasi aktif orangtua, keluarga, dan mayarakat, serta stakholders PAUD. Selain itu meingkatkan kerjasama dan kemitraan dengan berbagai lembaga, organisasi mitra PAUD, dan meningkatkan perkembangan lembagalembaga PAUD jalur nonformal.

Apa lagi yang akan ditempuh Direktorat Pndidikan Akan Usia Dini dalam memperluas aksesnya?

Kami akan meningkatkan kesadara agar mendukung peningkatan akses dan mutu layanan PAUD melalui membangun dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengembangan dan pendidikan anak usia dini, memperluas, memperkuat, dan meningkatkan jalinan kerjasama kemitraan dengan berbagai lembaga atau organisasi mitra PAUD, dan mendorong, mendukung, memotivasi, dan memfasilitasi tumbuhnya lembaga-lembaga layanan PAUD dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Ada kiat meningkatkan kesadaran masyarakat ini?

Kami lakukandengan pendekatan pemberdayaan semua program melalui wadah lembaga Forum PAUD di tingkat pusat dan daerah, pelembagaan konsorsium PAUD, dan pelembagaan HIMPAUDI (Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependididkan Anak Usia Dini). Bentuk-bentukprogram dan kegiatan pemeberdayaan masyarakat antara lain melalui bantuan atau blockgrant rintisan PAUD, bantuan kerjasama kelembagaan PAUD, peningkatan mutu melalui pendidikan, pelatihan, dan magang, sosialisasi, promosi dan pemasyarakatan PAUD, pengembangan model PAUD kerja sama dengan perguruan tinggi, dan pengembangan jaringan kerjasama/kemitraan dengan berbagai lembaga/organisasi mitra PAUD.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar